Rabu, 05 Maret 2014

Sumpah Setia (Dayak Ngaju)

Berani bersumpah untuk menyatakan kesetiaan berarti berani menanggung resiko apabila mengingkari sumpah yang telah diucapkan. Apabila ia tidak setia kepada sumpahnya, maka ia berani tanggung resiko bagai rotan yang terpotong, yang berarti nyawanya pun akan terpotong, siap sewaktu-waktu nyawa terputus dari badan. Demikian makna dan resiko sumpah setia bagi suku Dayak.

Sumpah setia yang dilakukan oleh suku Dayak kepada pemimpin mereka, biasanya diadakan dengan saling menukar darah yang biasa disebut hakinan daha hasapan belum, yang kemudian pada pergelangan tangan diikatkan lamiang atau lilis. Setelah itu memotong rotan, menaburkan beras kuning, menabur abu, garam, Kemudian ibu jari tangan kanan dilukai sedikit hingga mengeluarkan darah. Upacara ini dilaksanakan sebelum pukul 12.00 siang hari. Disini makna darah manusia yang menetes keluar dari ibu jari kanan merupakan lambang bakti yang setinggi-tingginya.

Persyaratan yang diperlukan :
  • Rotan
  • Beras
  • Abu Dapur
  • Garam
  • Parang atau sejenis pisau berukuran besar sebagai alat pemotong
  • Kayu persegi atau bulat untuk alas pemotong rotan
  • Kunir
  • Minyak kelapa
Cara pelaksanaannya :

Sebelum seseorang menyatakan sumpahnya, terlebih dahulu ia berdiri ke arah matahari terbit, yaitu Timur. Petugas pelaksana akan menaburkan beras ke segala arah, dengan maksud agar Penguasa Alam, Hatalla Raja Tuntung Matanandau Kanaruhan Tambing Kabanteran Bulan yang tinggal di langit ketujuh, berkenan mendengarkan janji atau sumpah yang akan diucapkan. Setelah itu, yang bersumpah berbalik arah menghadap matahari terbenam dan pelaksana upacara menaburkan abu, garam, dan beras di belakang orang yang bersumpah. Apabila dia yang bersumpah tidak berkata benar, maka sebagai abu yang terbang berhamburan di bawa angin, begitu pula kehidupannya nantinya akan sia-sia dan terkutuk, hancur seperti garam yang terbang dan menguap.

Setelah itu, dia yang disumpah berbalik arah lagi menghadap matahari terbit, kemudian petugas penyumpahan dan dia yang disumpah mengambil posisi duduk, tangan keduanya memegang rotan sebelah menyebelah. Sebelum rotan di potong, dia yang disumpah harus berani mengatakan:

Apabila ia tidak setia kepada sumpahnya, maka ia berani tanggung resiko bagai rotan yang terpotong, yang berarti nyawanya pun akan terpotong, siap sewaktu-waktu nyawa terputus dari badan. Pada saat upacara berlangsung, para pemimpin lain dan masyarakat yang menghadiri upacara sebagai saksi juga berdiri berhadapan dengan orang-orang yang bersumpah, untuk berpartisipasi sebagai saksi.

Dengan perantaraan roh beras yang ditabur-taburkan dan yang berada di langit ke tujuh, memohon untuk menyampaikan pesan manusia kepada Ranying Hatalla untuk meyaksikan sumpah yang sedang berlangsung.

Apabila dia yang bersumpah tidak setia, tidak jujur dan hanya berpura-pura, maka, bagaikan abu, hidupnya terbang ditiup angin, akan hancur seperti garam, dan nafasnya akan terputus bagai rotan yang terpotong. Akan tetapi apabila orang yang bersumpah setia, rajin dan jujur untuk selamanya, maka ia akan mendapat untung panjang, hidup senang, umur panjang, dapat berkat dan banyak rezeki.

Sumber : www.nila-riwut.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Asal Usul Tana Malai Tolung Lingu

  Gunung Bondang adalah sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Secara administratif mencangkup ...