Selasa, 25 Februari 2014

Dahiang atau Petanda (2)

Suku Dayak khususnya di daerah Kalimantan Tengah meyakini bahwa raja penjaga dahiang yang bertempat tinggal pada langit keenam, bertugas memberi perintah kepada jenis-jenis binatang tertentu yang berada di dunia agar memberikan pertanda kepada manusia di dunia.

Jenis-jenis hewan yang ditugaskan memberi petanda, antara lain :




Handipe atau ular
Jenis-jenis ular yang dianggap mampu memberikan pertanda kepada manusia ialah :
Panganen atau ular sawah Apabila ditemukan ular sawah yang bertelur dalam sebuah rumah atau di lumbung padi ataupun dalam kandang ayam, pertanda bahwa pemiliknya akan memperoleh kesenangan.
Hanjaliwan atau sejenis ular kobra Apabila ular hanjaliwan masuk ke sebuah rumah bahkan memasuki kamar tidur, menandakan bahwa ada seorang yang akan bermaksud jahat bahkan hingga mengakibatkan kekacauan.
Ular Tanunung Bertemu ular yang sedang berenang dari arah kanan ke arah kiri pertanda tidak baik, namun sebaliknya apabila yang berenang tersebut adalah ular tanunung dan arah berenang dari kiri ke kanan pertanda baik. Dalam suatu perjalanan di hutan kemudian bertemu ular tanunung sedang berkelahi dengan ular depung pertanda keuntungan besar kan segera di peroleh.
Ular Depung Ketika sedang berjalan kaki dalam hutan, bertemu ular tanunung yang sedang berkelahi dengan ular depung, pertanda baik, keuntungan besar segera akan diperoleh.

Bajang/Bengau atau Rusa





Beberapa pertanda yang diberikan oleh bajang, bengau atau rusa ialah :
Bertemu rusa berenang menyeberang dari kanan ke kiri, ketika sedang mengendarai perahu, pertanda perjalanan akan tidak mulus karena akan mendapat gangguan orang atau akan menderita sakit dalam perjalanan.
Bila bertemu rusa sedang menyebrang di depan perahu dari kiri ke kanan, pertanda yang diberikan sangat menyenangkan karena niat perjalanan berhasil baik dan mendapat keuntungan.
Di malam hari terdengar suara rusa menukiu atau bersuara nyaring namun sangat singkat dan suara itu terdengar dari arah sebelah kiri rumah juga ditemukan ada pohon yang dahannya patah, pertanda tetangga kampung atau bahkan salah seorang penghuni rumah akan mengalami sakit keras bahkan mungkin sampai meninggal dunia.
Apabila terdengar suara rusa dari belakang rumah dan disahut oleh rusa lainnya dari arah depan rumah, pertanda tamu dari jauh yang tidak diduga akan datang. Menemukan tanduk rusa yang telah terlepas di ladang/sawah, pertanda baik, berarti sawah akan mendapatlkan panen yang berlimpah.

Kakupu atau Kupu-kupu
Peran kakupu atau kupu-kupu dalam memberikan pertanda :
Kupu-kupu yang terbang masuk rumah, kemudian terbang lagi masuk dalam kamar tidur bahkan hinggap di tempat tidur, pertanda ada tamu yang datangnya dari jauh dan akan menginap di rumah tersebut.
Bila kupu-kupu menempel di pintu depan rumah, pertanda akan kedatangan tamu dari sekitar kampung dan tamunya tidak menginap.
Kupu-kupu yang terbang masuk rumah, bahkan hinggap di kepala dan tangan, pertanda keluarga dekat dengan keperluan penting akan datang mengunjungi.

Asu atau Anjing
Saat berburu dan mengajak anjing, kemudian anjing yang sedang berlari tiba-tiba berhenti sambil menurunkan ekornya ke bawah dan mengeluarkan suara ngirrrr…ngirrr, pertanda mahluk halus atau orang gaib berada disekitar anjing tersebut.

Pusa atau Kucing

Kucing menyaup yang artinya menggosok-gosokkan tangan di mukanya pertanda akan ada tamu berkunjung. 


dahiang atau petanda

Dahiang atau Petanda

Dahiang atau Petanda

Suku Dayak khususnya di daerah Kalimantan Tengah meyakini bahwa raja penjaga dahiang yang bertempat tinggal pada langit keenam, bertugas memberi perintah kepada jenis-jenis binatang tertentu yang berada di dunia agar memberikan pertanda kepada manusia di dunia.

Jenis-jenis hewan yang ditugaskan memberi petanda, antara lain :

Burung
Antang Bahandang atau burung elang merah Cara terbang dan suara Antang atau Burung Elang memiliki arti khusus bagi orang Dayak. Lebih-lebih pada burung elang yang berwarna merah. Contoh gerakan tersebut antara lain: Apabila orang Dayak sedang mudik menumpang perahu, dalam perjalanan tiba-tiba berjumpa burung elang yang terbang dari arah kanan menuju ke arah kiri di depan perahu mereka, bisa jadi mereka balik kanan untuk membatalkan perjalanan tersebut karena burung elang telah memberikan peringatan kepada mereka bahwa di depan mereka ada bahaya menghadang. Apabila arah terbang Burung Elang dari kiri menuju ke arah kanan akan tetapi tanpa mengepakkan sayapnya, dan gaya terbang elang tersebut biasanya disebut sebagai elang menari, lalu terbang terus menuju ke udik baru kemudian terbang menuju arah perahu yang sedang mereka tumpangi. Inilah pertanda baik. Artinya niat yang ingin dicapai akan mendapatkan hasil maksimal. Apabila arah terbang Elang dari depan perahu menuju ke belakang dan tiba-tiba menangis, maksudnya elang tersebut mengeluarkan suaranya, serta menjatuhkan diri arah ke bawah, pertanda yang diberikan menyatakan bahwa di belakang mereka telah terjadi kecelakaan dan mungkin saja kecelakaan tersebut akan menimpa mereka pula. Bila di sebelah kiri perahu ada seekor elang sedang terbang, tiba-tiba dari arah kanan muncul lagi seekor elang yang langsung menyambar elang yang sedang terbang di sebelah kiri perahu hingga terjatuh, pertanda ini menyatakan bahwa akan terjadi kesalah pahaman dan perselisihan sepulang mereka dari perjalanan ini, namun kemenangan ada di pihak mereka. Bila munculnya elang dari arah belakang perahu, kemudian terbang searah menyertai perahu namun tiba-tiba menangis, Pertanda yang diberikan menyatakan bahwa tujuan perjalanan akan berhasil namun sekembalinya dari perjalanan, kesusahan bahkan mungkin akan menderita sakit akan dialami. Terbangnya elang dari sebelah kiri kemudian terbang menuju arah kanan dan tiba-tiba mundur ke belakang, bahkan menangis dan menjatuhkan diri, berarti waspada. Bahaya akan segera menimpa mereka. Sebaiknya bila menerima pertanda demikian, batalkan perjalanan minimal tiga hari istirahat di rumah, baru mengadakan perjalanan lagi. Tangis burung elang terdengar di waktu malam pertanda kerusuhan bakal terjadi di kampung sekitar. Seekor elang tiba-tiba terbang sambil menangis masuk ke dalam rumah, pertanda pemilik rumah harus waspada karena ada seorang penghianat yang akan membuat keonaran di rumah tersebut. Bila dalam suatu upacara tiba-tiba muncul seekor burung elang dan terbang melayang di atas lokasi upacara, kemudian menjatuhkan dirinya hingga nyaris menyentuh bumbungan rumah, pertanda akan terjadi kerusuhan dengan pertumpahan darah.

Burung Pantis, Burung Bakutok, Burung papau, dan Burung Salehei
Keempat jenis burung ini bulunya berwarna hitam, dan biasanya orang Dayak tidak pernah membunuh apalagi menyantapnya. Jenis burung ini banyak ditemukan di hutan atau di hulu sungai dan jenis ulat-ulatan adalah makanannya. Kebersatuan dengan alam menyebabkan leluhur orang Dayak sangat memperhatikan dan selalu mengamati dahiang dan segala pertanda alam di sekitarnya. Demikian juga dari gerakan dan suara burung, mereka mampu membedakan bagaimana suara burung yang menunjukkan kegembiraan atau tertawa dengan suara burung yang menyatakan kesedihan atau menangis, dan kadang-kadang mereka menyaksikan burung yang pingsan mendadak, hal tersebut juga mempunyai arti tertentu. Apabila salah satu dari keempat jenis burung ini muncul di suatu kampung atau terbang melewati bawah rumah penduduk, karena dimasa lalu rumah-rumah penduduk berukuran tinggi, untuk menghindari banjir dan binatang buas, maka burung tersebut memberikan pertanda tidak menyenangkan bagi penduduk kampung tersebut. Begitu pula apabila orang Dayak pergi berburu masuk ke dalam lebatnya hutan, kemudian mereka mendengar bunyi suara burung pantis, mula-mula suara burung terdengar disebelah kiri mereka kemudian terdengar lagi suara burung itu dari sebelah kanan mereka, pantis tujuh, pertanda perburuan akan mengalami kegagalan bahkan bencana akan menimpa. Sebaiknya perburuan dibatalkan. Namun apabila yang terdengar adalah suara burung bakutok yang bunyinya terdengar dari sebelah kiri kemudian terdengar lagi disebelah kanan mereka, pertanda baik yang diberikan oleh suara burung bakutok tersebut.

Burung Hantu Ada beberapa jenis burung hantu, diantaranya: burung hantuguk atau burung kukut, yang bersuara kooook…kooook…kooook, burung kangkamiak dan burung kambe. Burung berukuran besar dan berwajah kucing serta berbola mata besar berparuh pendek, berkuku panjang, dan hidup di dalam lebatnya hutan rimba belantara Kalimantan dan hanya muncul di malam hari. Burung jenis ini sangat ditakuti karena dapat memakan manusia dan binatang yang di incarnya. Burung hantu termasuk jenis burung yang ditakuti karena menurut keyakinan ke tiga jenis burung yang yang disebutkan tadi dapat menjelma menjadi perempuan. Itulah sebabnya apabila pada malam hari terdengar suara salah satu dari ke tiga jenis burung tersebut, tanpa membawa daun sawang dan beras kuning, orang Dayak segan untuk keluar rumah. Apabila di malam hari di sekitar rumah penduduk terdengar suara burung hantaguk atau burung kukut menandakan bahwa salah seorang penduduk kampung akan meninggal dunia. Bila tiga malam berturut-turut terdengar suara burung hantaguk, tanda bahwa kampung akan diserang wabah penyakit. Namun apabila burung tersebut hinggap pada salah satu rumah penduduk, berarti salah seorang tetangga akan meninggal dunia. • Burung Kulang Kulit Sejenis burung hantu yang biasanya berkelompok dan kemunculannya di malam hari. Biasanya apabila kelompok burung kulang kulit muncul, tidak lama kemudian muncul mahluk halus.

Burung Kaut Sekalipun burung kaut merupakan salah satu jenis burung hantu, namun kehadirannya dapat memberikan pertolongan kepada manusia. Apabila pada sebuah ladang ditemukan sarang atau telur burung kaut, pemilik ladang akan merasa sangat bersyukur karena keuntungan akan diperoleh. Oleh karena itu sajen yang diletakkan di ancak atau kalangkang atau tempat sajen digantungkan di bawah sarang burung agar dapat dimakan oleh burung kaut tersebut. Diyakini roh burung kaut akan berperan dan turut serta merawat dan menjaga padi yang sedang tumbuh.

Burung Enggang atau Tingang
Jenis burung ini pantang dimakan, karena dapat menyebabkan lepra basamah atau sakit lepra. Suatu hal yang unik apabila memasak daging burung tersebut pada sore hari, maka pada pagi harinya daging burung tersebut sudah keluar hama.
 

Makna Mimpi (dayak)


Orang Dayak meyakini bahwa mimpi merupakan realitas yang bermakna bagi kehidupannya, sehingga mimpi memiliki arti tertentu. Beberapa contoh arti mimpi :

Jenazah. Mimpi melihat jenasah artinya akan mendapat keuntungan.

Darah
. Mimpi melihat darah berarti waspada, darah keluar karena cekcok atau adanya dendam. Bisa dinetralisir dengan dipalas yaitu diusap dengan darah ayam 

Gigi. Mimpi gigi atas tanggal, berarti kenalan atau sanak keluarga yang usianya lebih tua akan meninggal dunia.

Bulan. Mimpi melihat bulan berarti akan bertunangan.

Cincin Mimpi memakai cincin berarti seseorang telah terluka dan sakit hati akibat ulah kita.

Pakaian Putih. Mimpi berpakaian putih berarti akan mengalami sakit keras.

Pakaian Hitam. Mimpi berpakaian hitam berarti akan mengalami sakit keras yang mungkin membawa kematian.

Menjala Ikan. Mimpi menjala ikan berarti akan mendapatkan rezeki.

Sakit. Mimpi sakit berarti lawannya, yaitu sehat walafiat.

Naik Gunung. Mimpi naik gunung berarti akan naik pangkat.

Jatuh. Mimpi jatuh berarti akan mendapat malu

Ular. Mimpi ular berarti akan mendapat godaan lawan jenis.

Buaya. Mimpi membunuh buaya berarti akan mendapatkan lawan yang tangguh.

Anak Burung. Mimpi mendapatkan anak burung berarti dalam waktu dekat akan punya anak.

Ayam. Mimpi menangkap anak ayam berarti dalam waktu dekat akan punya anak.

Perahu. Mimpi naik perahu berarti akan menderita sakit.

Terbang. Mimpi terbang berarti akan mendapat keuntungan.

Makan. Mimpi makan berarti akan menderita sakit perut.

Telanjang. Mimpi telanjang berarti akan mendapatkan malu.

Sapi
. Mimpi dikejar sapi berarti akan menderita sakit.

Kerbau. Mimpi dikejar kerbau berarti akan menderita sakit.

Berenang. Mimpi berenang berarti akan menderita sakit.

Catatan:
Biasanya kalau kita mimpi yang tidak baik, untuk menetralakan mimpi tersebut dengan :
Pada saat trbangun dari mimpi, saat itu juga memotong ujung rambut langsung dikubur atau di letakan di atas tanah...

Rabu, 19 Februari 2014

Tetek Pantan

Tetek Pantan (Potong Pantan)


Dalam Bahasa Dayak Ngaju, kata Tetek artinya potong dan Pantan berarti penghalang. Meskipun tidak semua Acara Tetek Pantan tersebut adalah memotong penghalang, namun istilah Tetek Pantan merupakan istilah populer untuk acara tersebut.

Menyambut tamu dengan pantan adalah dengan membangun suatu pintu gerbang yang dihiasi dengan janur dan berbagai macam bungs. Pada pintu gerbang tersebut ditempatkan "pantan". Setelah "pantan" dipotong atau dibuka barulah tamu tersebut dipersilahkan memasuki tempat acara.

Dalam Adat Dayak Ngaju terdapat 7 (tujuh) macam "pantan" sebagai berikut :

1. Pantan Kayu
Untuk bahan pantan kayu dipilih jenis kayu lemah dengan ukuran diameter ± 10-15 cm dan panjang ± 3 meter.
Kayu tersebut ditempatkan menghalang jalan masuk tamu pada pintu gerbang. Biasanya sebelum dipotong oleh tamu, kayu pantan tersebut ditutupi terlebih dahulu dengan kain batik panjang (bahalai).
Acara Tetek Pantan tersebut dipimpin oleh Damang Kepala Adat. Apabila Damang Kepala Adat berhalangan dapat diganti oleh Tokoh Adat lainnya. Setelah "bahalai" diangkat dari atas kayu pantan, Damang Kepala Adat menyerakan sebuah "mandau" sebagai alat pemotong pantan. Menggunakan mandau tersebut, tamu terhormat dipersilahkan memotong kayu pantan sampai putus.
Sebelum acara "Tetek Pantan" dimulai dan sembari pemotongan pantan oleh tamu, terjadi dialog antara Damang Kepala Adat dengan Tamu Terhormat tersebut berkisar tentang maksud dan tujuan kedatangan sang tamu.
Setelah pantan terpotong barulah tamu dan rombongan dipersilahkan berjalan masuk kearena Acara Penyambutan dipintu masuk tamu terse-but di "tampung tawar" oleh Damang Kepala Adat.

2. Pantan Tewu
Bahasa Dayak Ngaju kata "Tewu" berarti tebu. Acara pantan tewu ini dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Ngaju di wilayah Sungain Katingan. Rangkaian acara sama seperti pelaksanaan pantan kayu.

3. Pantan Garantung

Garantung berarti gong. Jadi dalam Pantan Garantung, benda yang menjadi penghalang dipintu gerbang adalah beberapa buah gong ; jumlahnya antara 3 (tiga) buah, 5 (lima) buah atau 7 (tujuh) buah garantung. Garantung di jejerkan dipintu gerbang acara dan ditutup dengan kain batik panjang (bahalai).
Pertama-tama sang tamu mengangkat kain batik panjang (bahalai) terse-but, kemudian memindahkan semua gong tersebut kepinggir jalan. Setelah itu tamu dan rombongannya dipersilahkan masuk ketempat acara penyambutan.

4. Pantan Balanga

Balanga adalah guci yang mahal buatan Cina berasal dari Dinasti Ming atau Dinasti Ching. Jumlah balanga yang dipergunakan sebagai alat pantan antara 3 (tiga) balanga, 5 (lima) balanga atau 7 (tujuh) balanga.
Diatas permukaan balanga ditutup dengan kain batik panjang (bahalai). Sang tamu berkewajiban mengangkat kain bahalai tersebut dari permukaan balanga, kemudian memindahkan seluruh balanga tersebut kesamping. Setelah itu para tamu dipersilahkan memasuki tempat acara penyambutan tamu.

5. Pantan Garantung dan Balanga
Barang untuk pantan berupa beberapa buah garantung (gong) dan beberapa buah balanga (guci).
Tamu Terhormat tersebut pertama-tama memindahkan kain batik panjang (bahalai) dari permukaan garantung dan balanga, kemudian memindahkan semua garantung dan balanga tersebut kesamping, setelah itu Damang Kepala Adat mempersilahkan tamu dan rombongan memasuki arena penyambutan tamu.

6. Pantan Timpung
Bahan pantan timpung adalah kain yang dipasang seperti gorden pintu. Pada kedua sisi bagian tengah kain tersebut disatukan dengan benang. Sang Tamu harus memotong benang tersebut dengan menggunakan gunting atau alai pemotong lainnya sehingga kain pantan dapat terbuka. Setelah itu Damang Kepala Adat mempersilahkan tamu dan rombongannya memasuki arena penyambutan.

7. Pantan Bulan
Dewasa ini pantan bulan lebih merupakan legenda saja oleh karena tidak pernah lagi dilaksanakan.
Dalam pantan bulan, yang menjadi penghalang tamu masuk pada pintu gerbang adalah sejumlah gadis-gadis yang berdiri berjejer. Jumlah gadis-gadis tersebut antara 3 (tiga) orang gadis, 5 (lima) orang gadis atau 7 (tujuh) orang gadis.

Dibawah pimpinan Damang Kepala Adat, tamu yang bersangkutan menarik dan memisahkan gadis-gadis tersebut sampai pintu gerbang terbuka. Pada zaman dulu, sang tamu dapat memilih salah satu dari gadis tersebut untuk diajak mendampinginya masuk kearena penyambutan tamu.

Kamis, 13 Februari 2014

Nama Bagian Tubuh dalam Bahasa Dayak Ngaju

Nama Bagian Tubuh dalam Bahasa Dayak Ngaju

Balaw (baca: ba-law) = rambut
Urung (baca: u-rung) = hidung
Pinding (baca: pin-ding) = telinga
Mate (baca: ma-te) = mata
Uyat (baca: u-yat) = leher
Takuluk / kuluk (baca: ta-ku-luk / ku - luk) = kepala
Usuk (baca: u-suk) = dada
Toso (baca: to-so) = dada wanita
Ijang (baca: i-jang) = dagu
Jela (baca:je-la; pengucapan e seperti pengucapan huruf e pada "bebek") = lidah
Kasinga (baca: ka-sing-nga) = gigi
Balengkung (baca: ba-leng-kung; pengucapan e seperti pengucapan huruf e pada "bebek") = tenggorokan
Biweh (baca: bi-weh; pengucapan e seperti pengucapan huruf e pada "bebek") = bibir
Lenge (baca: leng-nge; pengucapan e seperti pengucapan huruf e pada "bebek") = tangan
Pai (baca: pai; disambung; bukan pay) = kaki
Silu (baca: si-lu) = kuku
Utut (baca: u-tut) = lutut
Sapak (baca: sa-pak) = paha
Penang (baca: pe-nang; pengucapan e seperti pengucapan huruf e pada "bebek") = lengan
Para (baca: pa-ra) = pantat
Lukap = Telapak Tangan
Kaning = Alis

Singut = Kumis
Buntis = Betis kaki
Uti = Perkakas Laki"
Opes = perkakas perempuan
Puser= pusat
Tinjuk lenge= jari tangan
Tinjuk pai = jari kaki
Kalaguet = ubun-ubun
Mate pai = mata kaki
Katiak = ketek

Rabu, 12 Februari 2014

Duhung Bertuah


Duhung Bertuah
 


Ambun dan Rimbun, adalah dua orang anak laki-laki bersaudara kakak beradik. Banyak orang mengira kedua anak tersebut saudara kembar namun sebenarnya bukan. Hai ini disebabkan wajah dan perawakan keduanya mirip sekali. Bahkan kadang-kadang orang sulit membedakan mana yang Ambun dan mana yang Rimbun.  Ambun anak yang tertua dan Rimbun adalah adiknya, umur mereka hanya selisih dua tahun.  Pada waktu kecil Ambun sering sakit-sakitan. Sebab itulah pertumbuhannya agak terganggu, sedangkan Rimbun memang sedari kecilnya selalu sehat.

         Bagi orang sekampungnya, kedua anak itu sangat disenangi.  Sikapnya sopan, hormat terhadap orang tua dan dalam keluarganya selalu rukun.  Ibunya yang sudah tujuh tahun lebih menjanda, dengan susah payah menghidupi keluarganya.  Hal itu dapat dimaklumi, waktu suaminya masih hidup pun kehidupan keluarga mereka tergolong susah.  Apalagi sekarang, ayah anak-anak itu sudah tiada.  Walaupun demikian, ibu ini tidak pernah mengeluh.  Untung saja,  sejak kedua anaknya menginjak remaja, keadaan mereka sudah agak baik sedikit karena keduanya sudah bisa membantu.

         Suatu sore, waktu mereka sedang duduk-duduk beristirahat di beranda rumah bersama ibunya, Ambun menyampaikan niat mereka berdua selama ini.  Mereka berkeinginan, untuk mengadu nasib di negeri orang. Sebab banyak sudah mereka lihat, jika orang di kampung itu kembali dari perantauan kehidupannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.  Selain itu, tidak enak rasanya hidup di kampung dengan kehidupan cuma itu-itu saja.  Keduanya ingin menambah pengalaman hidup.

         Ibunya yang sejak tadi hanya berdiam diri saja mendengarkan pembicaraan anaknya itu belum bicara apa-apa.  Dalam hatinya ia mempertimbangkan pendapat kedua anaknya.  Memang, apa yang dikatakan anaknya itu ada benarnya. Tetapi ia juga menilai, bahwa anak seusia Ambun dan Rimbun, terasa berat untuk diizinkan merantau karena mereka berdua masih terbilang muda.

         “Bagaimana bu ?” kembali Ambun bertanya.

         “Yah .., memang terasa sulit bagi ibu memberikan jawaban. Untuk itu ibu minta waktu untuk berpikir dahulu. Barangkali antara sehari dua ini ibu memberikan jawabannya”, jawab ibunya.

         “Tapi ibu tidak keberatan kan ?” kata Rimbun juga bertanya.

         “Yah .., mudah-mudahan”, sahut ibunya seraya bangkit masuk ke dalam rumah.

         Ambun dan Rimbun juga masuk mengikuti ibunya. Malam itu seolah-olah pembicaraan tadi sudah selesai begitu saja, tidak ada dari mereka yang berkeinginan mengungkit-ungkitnya lagi.

         Beberapa hari kemudian pada malam hari setelah selesai makan, ibunya meminta Ambun dan Rimbun duduk di dekatnya.

         “Ambun, Rimbun”, kata ibu itu memulai bicaranya.  “Selama ini, ibu telah mempertimbangkan permintaan kamu berdua.  Sebenarnya berat hati ibu melepaskan kalian berdua. Terutama Rimbun sendiri, ibu nilai masih terlalu muda.  Tetapi, setelah ibu berfikir pula bahwa anak laki-laki perlu memiliki pengalaman yang banyak. Sebab hidup di kampung sendiri, tidak ubahnya bunyi pepatah, seperti katak di bawah tempurung.  Oleh karena itu, keinginan kalian berdua ibu kabulkan”.  Mendengar ucapan ibunya, kedua anak itu bersorak gembira.

         Setelah ibunya menyuruh mereka berdua tenang dahulu, ia pun melanjutkannya : “Anakku, di negeri orang kamu tidak punya siapa-siapa.  Orang tuamu, sanak saudaramu, satu pun tiada.  Walau pun demikian, mereka itu sebenarnya semua ada, yakni mereka yang kau hormati, yang kau kasihi, yang kau cintai.  Oleh sebab itu,  hormati dan cintailah semua orang. Yang tua, hendaklah kau tuakan dan yang muda hendaklah kau jadikan sahabat.  Lusa kalian berdua boleh berangkat.  Sebaiknya kalian berdua jangan berpisah.  Tetapi kalau pun harus terjadi, jangan lupa saling mencari tahu kabar yang lain”, demikian ibunya mengakhiri nasehatnya.


Malam itu, kedua anak tersebut tidur nyenyak sekali. Barangkali mereka sudah terbuai dengan mimpi yang indah. Ibunya mengusap-usap rambut Ambun dan Rimbun berganti-ganti. Pilu hatinya, menatap wajah kedua anaknya itu. Di matanya ia membayangkan bagaimana kedua kakak beradik itu hidup di rantau orang. Kalau lapar, siapa yang memberinya makan. Kalau sakit, siapa yang menjaganya. Ia tidak mau mempersalahkan keputusannya. Ia yakin bahwa ia telah mengambil sikap yang bijaksana. Setelah puas memandang wajah kedua anaknya berganti-ganti, ia berdo’a semoga Ranying Hatalla Langit atau Tuhan melindungi kedua puteranya itu.  Ia sangat mendambakan kebahagiaan bagi kedua anaknya.
         Siangnya, Ambun dan Rimbun menyiapkan segala keperluannya termasuk pakaian mereka berdua. Kini tinggal menunggu saat keberangkatan saja. Demikian pula ibunya.  Pagi itu ia menangkap seekor ayam jantan dan disembelihnya. Darahnya dioleskannya pada dada, dagu, hidung  terus ke dahi kedua anaknya.  Diambilnya beras sedikit, dicelupkannya ke dalam air. Lalu ditaruhnya pada ubun-ubun kedua anaknya, seraya memohon keselamatan untuk kedua anaknya. Kepada kedua anaknya, ibu itu meminta agar mereka berangkat pagi-pagi sekali. Untuk bekal di jalan, ibunya membuat ketupat bagi mereka berdua dengan jumlah masing-masing tujuh biji, serta telur ayam rebus dalam jumlah yang sama.

         Tengah malam itu, ibunya membuka sebuah peti kecil yang terbuat dari besi. Dari dalamnya, dikeluarkan dua bilah duhung (senjata pusaka suku Dayak) dengan ukuran dan bentuk yang sama. Yang satu berlilitkan kain merah sedang yang satu lagi berlilit kain kuning.  Senjata tersebut adalah peninggalan almarhum suaminya. Sebelum ia meninggal dunia, ia berpesan pada isterinya agar disimpan baik-baik. Jangan sekali-kali diperlihatkan kepada orang lain. Dibuka atau tidak, nanti kalau kedua anak itu besar.  Yang berlilit kain merah diserahkan kepada Ambun dan yang kuning kepada Rimbun.  Setelah senjata itu dikeluarkan, ibunya mengambil kemenyan lalu membakarnya. Di atas asap kemenyan, senjata-senjata itu diasapinya seraya memohon tuah dari pusaka itu.

         Pada keesokan harinya pagi-pagi sekali Ambun dan Rimbun sudah bangun dan bersiap-siap untuk berangkat. Namun sebelumnya mereka berdua bergegas turun ke sungai mencuci muka. Ibunya menyiapkan makanan yang sudah dimasaknya tengah malam tadi.

         Setelah segalanya siap, ibunya menyerahkan duhung tadi kepada masing-masing anaknya. Ia berpesan agar senjata itu jangan sembarangan digunakan terkecuali dalam keadaan terdesak. Disertai linangan air matanya, kening dan pipi kedua anaknya diciumnya bergantian. Disuruhnya Ambun yang tua turun lebih dahulu, lalu disusul adiknya. Lama perempuan itu berdiri di depan pintu rumah mengiringi kepergian kedua anaknya itu. Setelah kedua anaknya menghilang di tikungan jalan kampung itu, barulah ia masuk ke dalam rumah.

         Tersebutlah perjalanan Ambun dan Rumbun, naik gunung turun gunung, tanpa tujuan yang pasti. Tekad mereka berdua apa pun yang terjadi, tujuannya hanya mengikuti arah matahari terbenam. Ketupat dan telur yang dibekali ibunya mereka makan sedikit-sedikit.

         Suatu pagi, pada hari ketujuh dari pengembaraan itu, mendadak Rimbun jatuh sakit. Dari mulutnya keluar darah segar. Ambun bingung, tidak tahu apa yang diperbuatnya. Dicobanya memberikan adiknya minum air akar-akaran kayu yang dikenalnya. Tetapi satu pun tidak ada yang menolong. Tidak terasa air matanya bercucuran, sedih hatinya melihat sakit adiknya itu.

         Timbul perasaan bersalah di hatinya, mengapa ia dahulu menyetujui adiknya ikut serta. Ia tidak dapat membayangkan betapa kesedihan ibunya, bila Rimbun sampai meninggal.  Penyesalan yang tiada berkesudahan merupakan dosa baginya. Dalam keadaan gawat seperti itu, Ambun hanya mampu berserah kepada Yang Maha Kuasa.   

         Akhirnya lewat tengah hari, Rimbun meninggal dunia. Sambil menggali kubur adiknya, ia meratap seorang diri. Alam yang hening kaku, menyaksikan upacara pemakaman tanpa diiringi kata-kata belasungkawa. Diambilnya ketupat dan telur bekal adiknya, diremasnya dan ditaburkannya. Senjata duhung dicabutnya, sarungnya ditan-capkannya di ujung sebelah kaki dan mata duhung ditancapkannya di bagian kepala dari makam itu. Kain pembungkus yang berwarna kuning diikatkannya pada sebatang kayu kecil.
Dengan digeluti rasa sedih yang sangat dalam, Ambun meneruskan perjalanannya. Hari itu bekalnya sudah habis.  Ambun mulai cemas, apa yang akan dimakannya besok pagi.  Ia lalu memanjat sebatang pohon.  Ia berharap, dari atas pohon itu dapat melihat sesuatu.  Setibanya di atas pohon ia memandang ke sekeliling tempat itu. Di kejauhan terlihat olehnya asap api mengepul ke atas. Ambun merasa gembira. Di sebelah sana, pasti ada orang, fikirnya dalam hati. Dengan tidak banyak berfikir lagi, Ambun dengan cepat berjalan menuju arah asap tadi.
         Hampir malam baru ia tiba di situ. Dari jauh dilihatnya sebuah rumah. Rumah itu cuma satu dan di sekitarnya tidak ada kelihatan rumah lain. Dengan perasaan takut-takut, Ambun mendekati rumah tua itu. Dilihatnya seorang perermpuan tua sedang memasukkan ayam ke dalam kandang.  Menghindari agar orang tua itu tidak mendadak terkejut, Ambun berdehem.  Mendengar ada suara orang, perempuan itu menoleh ke arahnya.  Cukup lama orang tua itu tampak tertegun.

         “Salam nenek”, kata Ambun lembut.

         “Siapa kamu anak muda ?”  perempuan tua itu balas bertanya.

         “Saya bernama Ambun. Saya tiba di sini, nyasar tidak tahu jalan untuk pulang”, jelas Ambun.

         “Apakah kamu hanya sendirian ?”  tanya nenek itu lagi.

         “Tadinya dengan adikku. Di tengah jalan, ia meninggal dunia sebab kelaparan”, lanjutnya dengan wajah sedih.

         Mendengar ucapan anak itu, nenek tadi merasa kasihan. Ia pun mempersilahkan Ambun untuk mengikutinya naik ke rumah.  Ambun mengikuti dari belakang.

         Setelah makan malam, Ambun menceriterakan keadaan keluarga mereka. Orang tua itu mendengarnya dengan penuh perhatian.  Demikian pula, nenek itu menceriterakan keadaannya. Sebenarnya nenek itu berasal dari keluarga raja yang sekarang memerintah di daerah itu. 

         Akibat perkawinannya dengan almarhum suaminya dahulu, ia diusir.  Sayangnya dari perkawinan itu mereka tidak memperoleh seorang pun putera.  Sampai akhirnya suaminya meninggal sekitar sepuluh tahun yang lalu. 

         Sekali-sekali kalau ada keperluannya, nenek itu pulang ke kota.  Tetapi ia sangat menghindari bila bertemu dengan pihak keluarganya.  Dan sampai sekarang ia sama sekali dilupakan orang. Demikianlah atas tawaran perempuan itu, Ambun tinggal bersamanya.  Betapa senang hati orang tua itu atas kehadiran Ambun.  Mencari kayu api, menimba air, memelihara ayam, bahkan pekerjaan ladang tidak lagi dilakukan oleh orang tua itu sepenuhnya.

         Begitu pula Ambun dengan senang hati melakukan pekerjaannya. Malah kadang-kadang nenek tua itu agak kesal melihat Ambun bila bekerja tidak mau berhenti kalau tidak disuruh berhenti. Tetapi Ambun seperti tidak mau mendengar.  Apalagi kalau pekerjaannya itu mengasyikkannya.  Oleh nenek tua itu, Ambun sudah dianggap seperti cucu kandungnya sendiri.  Kadang-kadang ia khawatir kalau cucunya itu sakit bila terlalu banyak bekerja.

         Suatu hari Ambun dan neneknya sangat ketakutan.  Lima orang pengawal kerajaan menemui mereka.  Dikatakannya bahwa Ambun, cucu nenek tua itu besok harus ikut pertandingan.  Karena pertandingan tersebut harus diikuti oleh para ksatria dan pemuda lainnya dari kerajaan itu yang kesemuanya gagal. Sekarang tinggal Ambun satu-satunya yang harus mengikuti pertandingan itu.

         Barang siapa dapat melompat dari halaman istana mengambil bunga melati di atas atap istana itu dan langsung menyerahkannya kepada tuan puteri maka ia dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menikahi tuan puteri serta sekaligus sebagai menantu raja. Bagi peserta terakhir yakni Ambun apabila gagal, akan dihukum gantung. 

         Mendengar keterangan itu nenek tua itu dan Ambun menangis tersedu-sedu.  Apakah daya Ambun memenangkan pertandingan itu ? Sampai larut malam, mereka berdua tidak dapat tidur.  Ambun mengeluarkan senjata duhungnya, lalu diserahkannya kepada nenek tua itu. Nenek tua itu lalu membakar kemenyan sambil menaburkan beras kuning.  Ia meminta kepada Yang Maha Kuasa sekiranya ia keturunan para raja juga, mohon agar kekuatan yang ia miliki diberikan kepada cucunya Ambun.  Semoga besok dalam pertandingan itu, cucunya memperoleh berkah dan dapat memenangkan pertandingan tersebut.

         Pagi-pagi sekali Ambun sudah menyiapkan diri. Neneknya dipaksanya untuk ikut melihat. Apabila ia gagal, biarlah neneknya menyaksikannya menjalani hukuman itu. Dengan terpaksa, nenek tua itu memenuhi keinginan cucu angkatnya.  Sebentar kemudian pengawal pun datang. Tanpa banyak bicara, Ambun langsung dibawa.  Nenek tua itu mengikutinya dari belakang, diiringi tangisnya. Sambil berjalan Ambun mengingatkan neneknya agar mendo’akan kemenangan baginya.

         Setibanya di halaman istana, penonton sudah penuh sesak. Semua mata tertuju kepada Ambun.  Para peserta, anak raja dari kerajaan Asang Samaratih tujuh bersaudara, tertawa mengejek. Jangankan Ambun yang berpakaian compang camping begitu, mereka yang turunan raja dan para ksatria saja tidak dapat memenangkannya.

         Pertandingan pun segera dimulai. Sebelumnya, hulubalang raja mengulangi peraturan pertandingan dan sanksi hukum gantung bagi Ambun apabila ia gagal.  Semua penonton menahan nafas, merasa kasihan kepada pemuda itu andaikata ia gagal.

         Setelah ia diperintahkan untuk maju ke depan, terdengar tepuk tangan bercampur ejekan gemuruh dari penonton. Bersamaan dengan pengambilan ancang-ancang dengan suara nyaring ia memanggil ayahnya. Bersamaan dengan itu, Ambun mencabut senjata duhung pusaka yang terselip di pinggangnya. Seketika itu juga ia melejit ke atas seperti anak panah lepas dari busurnya. Orang-orang yang menyaksikan seakan-akan tidak percaya tahu-tahu Ambun sudah berdiri di samping Tuan Puteri. Saat itu juga, ia pun menyerahkan bunga itu.  Tempik sorak penonton gegap gempita seperti membelah bumi layaknya.

         Melihat kejadian itu raja langsung berdiri, seraya mengumumkan bahwa apa yang menjadi keputusannya tidak dapat diganggu gugat. Dan secara syah, Ambun diakui menjadi suami anaknya Tuan Puteri.

         Rupanya para undangan, anak raja dari kerajaan Asang Samaratih tujuh bersaudara merasa tidak puas. Mereka telah dipermalukan oleh anak ingusan itu. Apalagi orang itu tidak diketahui asal usulnya. Oleh sebab itu mereka mengumumkan perang, yang kalah dijadikan hamba sahaya dan seluruh barang miliknya disita. Raja sendiri tidak dapat mengelak dan terjadilah perang yang dahsyat. Tetapi berkat kesaktian senjata yang dimiliki Ambun, semua musuh dapat dikalahkan.

         Dengan segala kerendahan hati Ambun tidak mau melaksanakan perjanjian tadi. Semua musuhnya disuruhnya kembali dalam keadaan baik-baik. Mereka semua merasa malu sendiri atas perlakuan Ambun terhadapnya. Selanjutnya, diadakanlah pesta perkawinan Ambun dengan Tuan Puteri selama tujuh hari tujuh malam dan mulai saat itulah Ambun menjadi keluarga istana. Sedangkan neneknya juga dibawanya ke sana. Mulai saat itu pula neneknya rukun kembali dengan fihak keluarga raja.

         Setelah raja yakni mertua Ambun tidak mampu lagi menjalankan pemerintahan, kerajaan itu diserahkan kepada Ambun menantunya.  Sejak saat itu Ambun berusaha mencari letak kampung mereka dahulu tempat tinggal ibunya. Untuk mencari ibunya tidaklah terlalu sulit sebab kampung itu ternyata masuk wilayah kekuasaannya.

         Betapa bahagia perasaan ibunya walau pun satu di antara anaknya yaitu Rimbun sudah tiada. Melihat kesedihan ibunya atas kematian adiknya, Ambun membawa beberapa orang pengawalnya mencari Danum Kaharingan Belum (air hayat) di Bukit Kaminting. Dengan bersusah payah akhirnya Danum Kaharingan Belum itu diperolehnya pula. Kemudian mereka berusaha untuk menemukan makam Rimbun adiknya.

         Dengan tanda-tanda yang diberikan dulu akhirnya makam itu ditemukan juga. Seluruh tulang belulang adiknya dikumpulkan. Setelah Danum Kaharingan Belum itu diteteskan, mulailah tulang-tulang itu menyusun diri. Tidak lama kemudian, berdirilah adiknya Rimbun.

         Sambil berpelukan, mereka berdua saling menangis melepaskan rindunya. Tetapi yang paling berbahagia adalah ibunya. Ia bersyukur kepada Tuhan karena do’anya dikabulkan oleh Yang Maha Besar Tuhan. Hiduplah mereka dengan damai sentosa.  
            Ketabahan, ketekunan dan kejujuran merupakan modal dalam menempuh kehidupan.  Namun jika memperoleh keberuntungan janganlah lalu menjadi sombong. Berbuatlah kebaikan pada siapa saja, tidak terkecuali musuh sekalipun.

Asal Usul Tana Malai Tolung Lingu

  Gunung Bondang adalah sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Secara administratif mencangkup ...